Monday, March 24, 2008

Pergerakan Perempuan Indonesia dalam Feminis Islam

Oleh Dwi Ulandari

Mahasiswi Sosiologi Pembangunan UNJ 2005

"Sudah lama bunga Indonesia tiada mengeluarkan harumnja, semendjak sekar jang terkemudian sudah mendjadi laju. Tetapi sekarang bunga Indonesia sudah kembang kembali, kembang ditimpa tjahaya bulan persatuan Indonesia; dalam bulan jang terang benderang ini, berbaulah sugandi segala bunga2an jang harum, dan menarik hati jang tahu akan harganja bunga sebagai hiasan alam jang diturunkan" - Soekarno, 1928

Di pandang dari kodratnya, perempuan dan laki-laki pasti berbeda. Kita dapat melihat perbedan itu biasanya dengan melihat bentuk fisiknya. Namun, jika dilihat diluar fisiknya, perempuan dan laki-laki juga memiliki kesamaan. Dalam hal ini, Islam sangat menjaga kehormatan dan nilai kemanusiaan wanita serta menjelaskan akan kemandirian dirinya. Islam memberikan kebebasan yang tinggi dalam berbuat dan memiliki serta mengungkapkan pendapat, menjadikan dirinya bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya sebagaimana laki-laki. Islam menjadikan wanita sama persis dengan laki-laki dalam segi kemanusiaan. Maksudnya dalam segi kemanusiaan ini adalah sama haknya dengan laki-laki dalam bidang sosial, pendidikan, dan sipil.

Kesetaraan Gender

Selama ini perempuan islam hampir selalu diidentikkan dengan partiarkhisme Arab. Al-qur’an dan Hadists seringkali “dimanfaatkan” sebagai alat politik bagi kaum laki-laki untuk menguasai perempuan. Contohnya salah satu hadist yang menyatakan bahwa perempuan tak lebih sebagai bagian tulang rusuk Adam yang sangat sulit diluruskan. Dari hadist tersebut terlihat bahwa islam adalah agama yang kurang minat mengangkat kaum perempuan.

Pandangan Durkheim mengenai “Religious forces are therefore human forces, moral forces” bila dikaitkan dengan Islam, bahwa Islam merupakan sebuah bentuk teologi yang sarat dengan nilai-nilai moral dan menentang secara total segala bentuk penindasan termasuk penindasan terhadap perempuan. Feminis muslim melakukan dekonstruksi relasi gender dalam sistem sosial. Mereka mencoba membentuk teologi yang mengedepankan wacana keadilan dan egalitarianisme dalam memperjuangkan kesejahteraan hidup bagi perempuan. Dengan semangat itu, teologi feminis muslim menjadikan iman sebagai framework terhadap masalah-masalah yang muncul dari pengalaman keagamaan dan keberagaman yang cenderung diskriminatif dari sudut pandang perempuan. Perempuan-perempuan muslim takkan lelah berjuang untuk menaikan derajat perempuan yang sering tersubordinasi dari laki-laki. Lebih lanjut menurut Ali Engineer, ketidakadilan gender terjadi akibat asumsi-asumsi teologis bahwa perempuan memang diciptakan lebih rendah derajatnya dibanding laki-laki, misalnya asumsi bahwa perempuan memang tidak cocok memegang kekuasaan, perempuan tidak memiliki kemampuan yang dimiliki laki-laki, perempuan dibatasi kegiatannya dirumah dan didapur. Femisnis muslim hadir untuk memberikan batu loncatan untuk meraih hak-hak perempuan menuju kesetaran hak antara laki-laki dan perempuan. Kemudian Qasim Amin “Bapak Feminis Arab” menyerukan emansipasi wanita ala Barat. Untuk itu, kalo perlu, buanglah jauh-jauh doktrin-doktrin agama yang menindas dan membelenggu perempuan seperti perintah berjilbab. Saya sendiri tak sependapat dengan Qasmin Amir, karena setiap individu memiliki otoritas penuh terhadap dirinya. Ketika seorang perempuan memutuskan untuk berjilbab maupun tak berjilbab itu merupakan hak kebebasan individu.

Pergerakan Perempuan perspektif Feminis Islam

Gerakan feminisme Indonesia mempunyai empat kategori, yakni: Pertama, Periode ini berlangsung sejak akhir abad 19 dan pada awal abad 20 dimana individu-individu yang tak terinstualisasikan secara sistematik. Saat itu, mereka bergerak secara sendiri-sendiri. Mungkin karena masih terbatasnya ruang publik bagi perempuan, dan feminis sekuler seperti R. A Kartini belum bersinergi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Tokoh-tokoh yang muncul pada periode ini seperti Rohana Kuddus Rahmah el-Yunusiyah, dll. Mereka telah mendidikan pesantren khusus perempuan (ma’had li al-banat). Di pesantren tersebut remaja puteri diajarkan baca-tulis. Tokoh-tokoh perempuan saat itu bukan hanya menuntut perbaikan pendidikan perempuan namun juga menggugat praktek poligami, pernikahan dini, dan perceraian yang sewenang-wenang. Gerakan individual yang baru dirintis ini tak bisa diharapkan punya pengaruh signifikan. Perjuangan mereka masih dibatasi, yah seperti berteriak di tengah belantara dunia patriakhi.

Kedua, Periode yang berlangsung antara akhir 1920-an hingga akhir 1950-an mulai terinstitualisasi individu dalam sebuah gerakan dengan munculnya organisasi-organisasi perempuan seperti Persaudaraan Isteri, Wanita Sejati, Persatuan Ibu, Puteri Indonesia, Aisyi’ah Muhammadiyah dan Muslimat NU. Lahirnya organisasi perempuan baik Muslim maupun sekuler merupakan sebuah jalan menuju keadilan bagi perempuan-perempuan Indonesia, yang saat itu sangat tersubordinasi. Organisasi perempuan Aisyi’ah Muhammadiyah cukup gencar menyuarakan pentingnya perempuan mengambil bagian di ruang publik, karena mereka punya hak yang setara dengan laki-laki untuk meningkatkan kualitas diri.

Setelah diadakan Kongres Ibu yang pertama kali 22 Desember 1928, banyak organisasi perempuan yang lahir diantaranya Kongres Perempuan Indonesia yang berdiri pada tahun 1935. Dalam kiprah politik, tokoh-tokoh feminis ini mengambil jalan tengah, yakni mengenai isu-isu perempuan dengan nasionalisme. Kelompok ini berusaha menjaga keharmonian antara kelompok yang berbasis agama dan yang sekuler. Muslimat NU yang dikenal tradisional, dalam konferensi di Surabaya (1930-an) mulai mendesak agar perempuan dibolehkan memasuki lembaga-lembaga politik. Upaya yang dilakukan oleh Muslimat NU cukup mengemparkan, pasalnya untuk pertama kalinya upaya perempuan untuk masuk dalam lembaga politik, dimana ruang publik politik bagi perempuan masih sangat sempit. Satu langkah pembaharuan dimana gerakan desakan Muslimat NU pada konferensi besar Syuriah NU (1957) di Solo yang membolehkan perempuan menjadi anggota parlemen. Seperti Mariah Ulfa Subadio yang menjadi Menteri perempuan Indoensia pertama.

Sesudah Jepang menyerah, wanita muslimat dari Masyumi bersama-sama feminis sekuler dan feminis agama lain bersinergi memperjuangkan hak-hak perempuan. Misi ini juga untuk meraih kemerdekaan Indonesia, dimana Soekarno saat itu berorientasi pada kemerdekaan. Saat itu, Soekarno menyatakan bahwa urusan negara lebih penting dibandingkan urusan kesetaraan hak perempuan dengan laki-laki. Baginya, perjuangan perempuan yang lebih penting adalah penghancuran kapitalisme. Beliau menekankan bahwa “kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tidak tjukup. Ada kebutuhan jang lebih besar lagi jaitu penghancuran sistem kapitalis”. (Doran, 1987:104) Ketiga, Sejak 1960-an hingga 1980-an, ruang bagi emansipasi perempuan dalam pembangunan nasional. Perempuan mulai terlibat dalam proses pembangunan yang digalakkan oleh Orde Baru. NU mulai memasukkan perempuan dalam komposisi syuri’ah NU seperti Nyai Fatimah, Nyai Mahmudah Mawardi, Nyai Khoryah Hasyim. Dalam periode ini, gerakkan perempuan belum maksimal karena cenderung tidak proaktif dalam proses-proses tersebut. Hal ini diindikasikan disebabkan minimnya jumlah perempuan yang terlibat. Namun, pada periode ini telah lahir UU No.1 tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan. Dalam UU tersebut poligami makin dibatasi, laki-laki tidak bisa mempraktekkan poligami tanpa mendapat izin dari istri. UU tersebut telah memberikan perlindungan terhadap perempuan terhadap poligami. Selain itu, lahirnya UU Perkawinan merupakan perjuangan keras dari feminis sekuler dan minoritas feminis muslim yang menginginkan dilarangnya poligami. Diskursus mengenai pentingnya pembahasan poligami ini setelah berlangsungnya perkawinan Soekarno dengan Hartini, sehingga perlu UU yang melarang praktek poligami. Namun, reformasi untuk dicetuskannya UU Perkawinan lambat karena pembahasan RUU tersebut berlangsung kontradiktif, yang mana kalangan Muslim mengijinkan permaduan bagi suami-istri Muslim, tetapi kitab Undang-undang Perkawinan Sipil mendasarkan diri pada aspek monogami.

Perjalanan perjuangan undang-undang perkawinan yang dibahas dari tahun 1958 masih panjang karena ditentang Kementerian Agama. Perempuan Indonesia harus menunggu sampai tahun 1973 untuk mendapatkan undang-undang perkawinan baru yang melarang poligami.

Keempat, Periode ini berlangsung antara periode 1990-an hingga sekarang, dimana semakin meluasnya diversifikasi gerakkan perempuan hingga ke level bawah seperti, pesantren, pengajian muslimah. Pada era ini terjadi sinergi antara feminis sekuler dan feminis islam. Feminis sekuler seperti Gadis Arivia, Saparinah Sadli, Warda Hafizh dan Yanti Muchtar yang memiliki hambatan teologis dalam gerakkan, mendapat masukkan moral keagamaan dari para feminis muslim. Begitu juga sebaliknya, para feminis muslim juga mendapat pengayaan wacana dari tokoh-tokoh feminis sekuler. Mereka saling bersinergi dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Para feminis Muslim yang fenomenal dalam gelombang ini, antara lain Sinta Nuriyah Wahid, Lies Marcoes-Natsir, Farha Cicik, Siti Musdah Mulia, Maria Ulfa Anshar, dan Ruhainy Dzuhayatin. Pada gelombang terakhir ini, pergerakan perempuan tak lagi sepenuhnya diurus perempuan, namun juga didukung oleh feminis laki-laki seperti (alm.) Mansoer Fakih, Nasaruddin Umar, Budhy Munawar-Rachman, dan KH Husein Muhammad. Kehadiran mereka ikut menambah amunisi bagi kokohnya gerakan perempuan di Indonesia.

Selain itu, gerakan sekelompok feminis muslim yang merumuskan Counter Legal Draft terhadap kompilasi hukum islam hasil dari produk inpres No.1 tahun 1991. Bagi mereka KHI masih mengidap cara pandang dan filosofis patriarkis. Karena itu perlu revisi agar selaras dengan semangat islam yang menuntut keadilan dan kesetaraan gender. Pergerakan feminis muslim telah diakui femenis sekuler, seperti Organisasi besar muslim di Spanyol, komisi islam mengakui perjuangan feminis muslim, yang diakui dalam konferensi pertama internasional tentang feminis Islam. Mansur Escudero, sekertaris komisi Islam Spanyol mengatakan pemeluk Islam harus menghentikan kritikan terhadap gerakan feminisme sebagai gerakan untuk perempuan Barat. Selain itu, para delegasi mekankankan umat muslim tidak boleh mencampuradukkan hukum yang mendiskriminasikan perempuan dengan Islam yang sebenarnya. Konferensi tersebut merupakan sebuah pijakan baru yang akan membawa perempuan ke arah yang lebih baik. Selama ini, menurut pandangan saya masih banyak perempuan muslim yang menganggap feminisme sebagai pergerakan buah kapitalisme barat yang akan melunturkan kultural islamiah atau melanggar aturan-aturan dalam islam, padahal seharusnya diperlukan sinergi tokoh-tokoh feminisme untuk menghapus segala bentuk penindasaan perempuan, terutama membangun partisipasi perempuan dalam pembangunan. Yang terakhir, saya yakin bahwa feminis islam tahu letak batas-batas pergerakan yang dilakukan untuk kemajuan tanpa menghilangkan maupun melanggar aturan agama islam.

Masyarakat dan negara akan lebih sehat, bilamana perempuan dibawa serta

Seksualitas Lesbian

“Seksualitas Lesbian”
oleh : Fitria Chandra (BK 2004)

Di Indonesia pada umumnya adalah tabu untuk berbicara tentang sex, terlebih di muka umum seperti dalam diskusi kali ini. Namun di sini diperlukan sebuah kesadaan pada “kaum intelektual muda” untuk tak segan-segan membongkar fakta sosial yang ada di masyarakat, yang pada kali ini adalah Sexualitas Lesbian. Berikut beberapa faktor penyebab perempuan melakukan hubungan homoseksual; - Kurang mengalami kepuasan kepada pasangan laki-laki. - Pernah mengalami kekerasan / trafiking. - Pernah melihat orang tua dalam hal ini ayahnya menindas ibunya. - Lingkungan. - Sakit hati dengan laki-laki. - Dsb. Relasi seksual sejati umumnya adalah dimana sebagian dari anggota tubuh pria, dalam hal ini penis tentunya, memasuki liang vagina perempuan. Di sini sangat jelas digambarkan bahwa relasi seksual secara alamiah adalah relasi antara laki–laki dan perempuan, bahkan pada binatang sekalipun!, namun kemudian banyak orang (tentunya kaum heteroseksual) bertanya–tanya tentang bagaimana lesbian melakukan relasi seksual, apakah relasi seksual lesbian dapat memberikan kepuasan, terutama dalam hal orgasme?, apakah relasi seksual lesbian membutuhkan penetrasi?, dan sederetan pertanyaan lain yang mengiringinya. Penetrasi tentunya bukan lah faktor tunggal untuk dapat memberikan kepuasan seksual. Dalam hal ini laki-laki heteroseksual juga menyenangi ‘oral sex’ begitu pula perempuan hetero. Penetrasi penting pula oleh kaum lesbian, karena seksualitas bisa dinikmati dengan cara apapun sepanjang mahluk yang melakukannya sepakat untuk menjalaninya. Namun pada dasarnya, titik kenikmatan perempuan ada pada clitoris-nya. Jika tahu bagaimana merangsang clitoris, tentunya tahu bagaimana rasanya orgasme. Dalam buku the vagina monologus dari eve ensler, dikatakan bahwa clitoris adalah satu-satunya organ tubuh yang fungsinya hanyalah untuk merasakan kenikmatamn semata. Clitoris wanita dibeberapa negara ada yang dipotong atau dikenal dengan praktek sunat perempuan yang dikenal dengan female genital mutilation(fgm). Clitoris dipotong diyakini bahwa mereka tidak akan bisa mengalami kepuasan seksual, yang di sisakan hanya lubang vagina untuk penis laki-laki berpenetrasi, atau untuk melahirkan. Benarkah dalam relasi lesbian juga terdapat pembagian peran secara seksual seperti halnya dalam relasi hetero? Ada satu istilah lesbian yaitu relasi butch-fem. Disini perempuan mengadopsi peran laki-laki seperti peran relasi heteroseksual. Sebaliknya perempuan mengadopsi peran perempuan dalam relasi heteroseksual. Dalam relasi hetero peran laki-laki mengambil peran aktif dalam melakukan hubungan seksual sekaligus kepuasan seksual lebih dititikberatkan kepuasan pria. Sedangkan perempuan mengambil peran pasif. Relasi butch-fem perempuan mengambil peran aktif bukan pasif. Penelitian tentang relasi pasangan lesbian yang dilakukan oleh Madeline Davis dan Lapovsky Keneddy pada sekelompok komunitas lesbian di Buffalo, New York, yang hidup pada era 1940-an hingga 1960-an. Seksual lesbian lebih terpenuhi kepuasannya dibandingkan dengan pria. Karena tidak ada peran dalam melakukan seksualitas yang hanya sekedar menerima saja tetapi memberi dari pasangan fem-nya. Bagaimana penampilan seorang lesbian? Penampilan luar seorang lesbian bisa saja berpenampilan maskulin atau feminim, tetapi dalam relasi seksual, keterbukaan dan kesadaraan perempuan akan seksualitas tubuhnya membuat relasi seksual lesbian sekarang ini lebih mutual (era 2000 ini). Keintiman seksual yang sejati didapat justru dari pengalaman seksualnya dengan perempuan. Walaupun tidak berarti heteroseksual tidak bisa memberi nilai keintiman, hanya saja adanya pembagian peran yang mengurangi esensi dari nilai keintiman tersebut. akan tetapi paham utilitarian mengatakan bahwa tubuh perempuan di desain sedemikian rupa untuk menerima penetrasi penis laki-laki. Kemudian rahim untuk mengandung anak dan payudara untuk menyusui. Seksualitas hanya didasarkan pada fungsi reproduksi. Kaum ini menganggap homoseksual tidak produktif. Sebenarnya kaum lesbian bisa menjalankan fungsi reproduksinya (produktif), dalam hal ini hamil, melahirkan dan menyusui. Dengan cara inseminasi buatan misalnya perempuan yang ingin mempunyai anak tetapi tidak dalam ikatan perkawinan. Diskrimminasi perempuan tidak menghadapi masalah ejakulasi dini, impotensi pada pasangan keluhan penis pasangan kurang panjang dsb. Kaum lesbian tidak dipusingkan dengan ‘viagra atau jamu-jamu kuat. Foreplay menjadi kenikmatan bagi kaum lesbian, karena dengan foreplay lesbian tidak harus pentrasi yang terburu-buru. Dalam majalah female edisi bulan April 2005, terdapat pembahasan mengenai percintaan kaum lesbian. Dikatakan bahwa beberapa perempuan yang sudah pernah merasakan hubungan intim dengan sesama perempuan, umumnya berpendapat seksual dengan sesama perempuan lebih menyenangkan daripada dengan pria. Perempuan lebih bisa menghargai dan peka terhadap kebutuhan perempuan pasangan seksnya. Berbeda dengan pria yang dianggap tidak mampu membaca gerak tubuh pasangan seksnya. Selalu ingin buru-buru melakukan penterasi, sehingga seringkali perempuan harus mengalami fake orgasm (orgasme pada perempuan yang pura–pura) demi menyenangkan pasangan prianya. Hubungan sesama perempuan lebih aman karena tidak ada rasa takut mengalami pelecehan seksual dari sesama perempuan. Sisterhood merupakan salah satu hal yang membentuk keintiman dalam relasi seks pasangan lesbian. Pasangan lesbian umumnya tidak egois dengan mementingkan kepuasan sendiri tetapi mementingkan kepuasan pasangannya. Mengapa laki-laki tidak menyukai lesbian tetapi suka hanya dengan tontonan? Jawabannya, dengan menjadi lesbian berarti masalah kenikmatan seksual tidak lagi membutuhkan laki-laki. Dan mengapa laki-laki menyukai adegan seksual antar perempuan? Ada baiknya kaum heteroseksual banyak belajar dari relasi seksual lesbian, supaya tidak ada lagi laki-laki hetero yang merasa paling hebat dalam melakukan seksual dan berpikran jika sudah mengalami kepuasan seksual berarti pasangnnya juga begitu. Serta supaya tidak ada lagi laki-laki hetero yang merasa mengalami fake orgasm pada pasangannya.

HASIL Diskusi

Kontroversi mengenai keberadaan PILKADA center yang diwacanakan oleh BEMUN menjadi perdebatan yang alot pada diskusi kamis sore, (24/05/07). Diskusi yang diadakan di AQUARIUM FIS, memang mengetengahkan isu yang masih hangat tentang adanya kegiatan menyerupai kampanye politik atas inisiatif dari BEMUN dengan alasan penyadaran politik mahasiswa UNJ terkait akan berlangsungnya PILKADA pada bulan Agustus 2007. Pada diskusi kali ini pembicaranya adalah Irham mahasiswa PLB, yang mengindikasikan bahwa PILKADA center bisa saja dibentuk untuk kepentingan salah satu Calon Gubernur yang menyokong didirikannya Pilkada center. Isu lain yang juga di bahas pada diskusi kali ini juga menyoroti adanya sumbangan ratusan juta rupiah yang nantinya dapat diterima pengurus BEMUN. Namun sayang perwakilan dari BEMUN beserta MTM tidak hadir, sehingga isu ini masih mengambang. Hal lain yang juga di diskusikan adalah mengenai kegagalan KPUD sebagai lembaga yang berwenang mensosialisasikan pilkada, yang membuat setiap cagub merasa berhak untuk mensosialisasikan pilkada dengan tajuk pendidikan politik bagi mahasiswa. Terkait pendidikan politik bagi mahasiswa yang apatis terhadap pesta demokrasi, perlu ada kesadaran yang kuat agar timbul rasa ingin tahu dari mahasiswa sehingga dengan sendirinya pemahaman akan pentingnya pilkada terbangun dengan sendirinya. Dengan begitu kampus sebagai lembaga pendidikan dapat steril dari permainan segelintir elite politik yang memperebutkan kekuasaan semu. RESOLUSI DKS 24 MEI 2007 Ketika semua pihak menuntut adanya sikap yang jelas dari pihak BEMUN di dalam penyelenggaraan PILKADA center, dan juga transparansi mengenai adanya isu kucuran dana yang terlalu besar. Membuat MTM sebagai lembaga legislatif berinisiatif mengadakan pertemuan antara semua elemen yang perduli terhadap kemajuan sikap kekritisan mahasiswa UNJ. Ini sesuai dengan sikap bersama yang digulirkan oleh peserta diskusi kamis sore ( DKS). Semoga dengan adanya kesadaran bersama dari semua elemen mahasiswa, kebebasan berpolitik kita tidak luntur.

POLITICS ON UNJ

SEJAK tahun 2003, Partai Politik diperbolehkan untuk berkampanye di lembaga pendidikan, termasuk kampus. Hal ini tercermin pada undang-undang Partai Politik dalam pasal 74 (g) yang telah disahkan DPR empat tahun yang lalu. Begitu pun halnya yang terjadi pada kampanye Pilkada, yang diperbolehkan juga untuk dilakukan di dalam kampus dengan persetujuan Rektor dan Senat. Namun, bentuk kampanye di lembaga pendidikan belum diatur secara jelas. Pada Pilkada pertama yang dialami DKI Jakarta ini, Departemen sosial politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta menyambutnya dengan program “Jayalah Jakartaku Bangkit Bangsaku” (J2B2). Program J2B2 adalah berupa rangkaian acara yaitu pusat informasi Pilkada (Pilkada Center), sebar seribu panduk, bedah program Cagub, kampanye Cagub, lomba Penulisan tentang Jakarta, dan membentuk tim pemantau Pilkada. Namun, pembentukan J2B2 sampai saat ini juga belum disetujui oleh Rektor UNJ, Bedjo Susanto. Keterlibatan kampus dalam politik praktis dikhawatirkan berbagai kalangan akan mempengaruhi pengembangan keilmuan dan perjuangan kalangan akademisi tak lagi bernuansa intelektual. Kedudukan kampus sebagai lembaga yang bebas nilai juga akan goyah ketika kampus digunakan tempat untuk politik praktis. Ditambah lagi kemungkinan terseretnya kalangan akademisi dalam dunia politik praktis yang bisa menyebabkan kondisi akademis lingkungan kampus tidak kondusif. Kemudian muncullah berbagai pertanyaan seperti; sudah mampukah kalangan akademisi UNJ untuk tidak terseret dalam politik praktis? Apa dampak yang timbul bila kampanye dilakukan di dalam kampus? Haruskah ini dilakukan? Bagaimana jika tidak dilakukan?. Sementara itu, mahasiswa UNJ dapat dikatakan belum memenuhi kriteria sebagai insan akademis yang kritis, yang terlihat dengan minimnya fasilitas kampus untuk membuat mahasiswa lebih kritis, serta memang faktor dari staf pengajar dan mahasiswa sendiri yang tidak mendukung kemajuan. Ini terbukti dengan minimnya peran mahasiswa dalam menggunakan laboratorium, fasilitas perpustakaan, serta serentetan permasalahan lainnya. Pada mahasiswa UNJ juga berkembang asumsi bahwa pendidikan merupakan investasi, yang berarti mereka ke kampus bukan dengan orientasi akademis, namun semata-mata untuk mendapatkan gelar, yang nantinya digunakan untuk pekerjaan yang diinginkan. Dengan kenyataan yang ada, tentunya kita semua dapat membayangkan apa yang akan terjadi ketika politik praktis merambah keruang lingkup UNJ. Model kampanye di kampus telah dilaksanakan di Amerika Serikat. Sehingga mahasiswa dan dosen dapat menilai program yang ditawarkan para kontestan. Para Cagub menawarkan programnya, yang kemudian akan ditanyakan dan dibahas oleh kalangan akademisi. Dengan kampanye di kampus, kalangan akademisi juga akan belajar memahami dan mengkritisi logika para Cagub. Selain itu, kampanye yang diadakan di kampus diharapkan akan lebih berwarna dengan dialog antara Calon Kepala Daerah dengan kalangan akademisi untuk mencari pemecahan masalah kebangsaan dan kenegaraan secara cerdas dan positif. Selain itu, para Cagub juga akan lebih berhati-hati dalam menyusun programnya karena sebagian besar karakter politisi adalah bertindak dulu baru berfikir. Selain itu, kekurangan yang terdapat dalam perpolitikan di Indonesia adalah kurang eratnya hubungan antar unsur-unsur yang ada di masyarakat. Politik seringkali dianggap sebagai sesuatu yang bersifat negatif. Padahal dengan ikut serta memikirkan politik, dan bahkan dengan terjun langsung dalam kancah politik, masalah-masalah yang ada di negara ini dapat dirubah. Tetapi selama ini di Indonesia para elit politik tidak banyak mengerti tentang etika politik, mereka seringkali menghalalkan segala cara untuk dapat meraih kekuasaan. Janji-janji yang ditebarkan sewaktu kampanye akan lenyap seiring berjalannya kekuasaannya. Maka kemudian timbul kembali pertanyaan yaitu sudah siapkah para Cagub untuk melakukan kampanye di dalam kampus? Dengan segala resiko untuk menebarkan janji yang direncanakan untuk diingkari?.Kenyataan-kenyataan di atas mengindikasikan bahwa guna menjaga posisi kampus sebagai lembaga yang bebas nilai, dalam mengadakan kampanye di kampus diperlukan adanya aturan-aturan yang jelas dan disepakati dengan persetujuan seluruh lapisan mahasiswa.

SOCIO BIKER

SOCIO BIKERS Menyatukan Hobi, Menjalin Keakraban Sore menjelang malam pada setiap akhir pekan, kumpulan sepeda motor terlihat ramai di halaman depan kampus UNJ (tepatnya depan bank BNI cab UNJ), disana mereka terlihat akrab menikmati suasana akhir pekannya, setelah sepekan mereka bergumul dengan aktifitasnya masing-masing di kampus. Sekedar menyalurkan hobi, ataupun sekedar berkumpul saja, menjadi alasan mereka untuk menikmati suasana kumpul bareng di akhir pekan ini. Tetapi apapun alasannya mereka tetap mempunyai satu tujuan, yaitu menjalin keakraban untuk sebuah ikatan kekeluargaan. Lalu siapa kumpulan para bikers itu, dari mana mereka berasal? Tak lain, dan tak bukan mereka adalah sekumpulan anak-anak Socio Bikers, yang mayoritas berasal dari mahasiswa-mahasiswa jurusan Sosiologi yang “Doyan” touring dan Otak-atik motor. Socio Bikers merupakan salah satu komunitas non-politik yang berlabelkan Independent community, namun tak bisa di pungkiri bahwa komunitas ini mempunyai ikatan kekeluargaan yang erat dengan opmawa sosiologi, yaitu KMS. KMS merupakan organisasi pemerintahan mahasiswa sosiologi, dalam hal ini meskipun bersifat independent, Socio Bikers tetap memposisikan dirinya sebagai salah satu bagian dari elemen/komunitas yang berada di lingkungan mahasiswa sosiologi. Lalu apa kontribusi Socio Bikers untuk Sosiologi, pertanyaan yang singkat tapi penuh makna! Di sela-sela kesibukannya, Yuken selaku salah satu pendiri dan ketua Socio Bikers mencoba memaparkan kepada tim DKS News, terkait mengenai pertanyaan tersebut, yuken mengatakan bahwa berdirinya Socio Bikers atas dasar kesepakatan bersama untuk menyalurkan hobi dan sekaligus menjalin keakraban. Dalam kontribusinya Socio Bikers lebih mengedepankan kerja sama, adapun bentuk kerja samanya melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh elemen-elemen mahasiswa yang berada di jurusan sosiologi ataupun dengan opmawa/ormawa. Namun Socio Bikers juga menyadari bahwa tidak sepenuhnya komunitas ini memberikan kontribusi secara menyeluruh kepada sosiologi, tetapi Socio Bikers akan tetap berkomitmen untuk mengharumkan dan menjaga nama baik sosiologi melalui kegiatan-kegiatannya seperti ; touring dan kumpul bareng akhir pekan. Dan satu hal yang perlu kita ketahui, berdirinya komunitas ini tidak bermaksud untuk mengkotak-kotakan yang memiliki motor dan yang tidak memiliki motor apalagi menonjolkan sosok kemapanan, melainkan komunitas ini hanya ingin sekedar menyalurkan hobi sehingga akan terjalin keakraban dan saling mengisi satu sama lain antar elemen-elemen kemahasiswaan yang ada.