Monday, March 24, 2008

POLITICS ON UNJ

SEJAK tahun 2003, Partai Politik diperbolehkan untuk berkampanye di lembaga pendidikan, termasuk kampus. Hal ini tercermin pada undang-undang Partai Politik dalam pasal 74 (g) yang telah disahkan DPR empat tahun yang lalu. Begitu pun halnya yang terjadi pada kampanye Pilkada, yang diperbolehkan juga untuk dilakukan di dalam kampus dengan persetujuan Rektor dan Senat. Namun, bentuk kampanye di lembaga pendidikan belum diatur secara jelas. Pada Pilkada pertama yang dialami DKI Jakarta ini, Departemen sosial politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta menyambutnya dengan program “Jayalah Jakartaku Bangkit Bangsaku” (J2B2). Program J2B2 adalah berupa rangkaian acara yaitu pusat informasi Pilkada (Pilkada Center), sebar seribu panduk, bedah program Cagub, kampanye Cagub, lomba Penulisan tentang Jakarta, dan membentuk tim pemantau Pilkada. Namun, pembentukan J2B2 sampai saat ini juga belum disetujui oleh Rektor UNJ, Bedjo Susanto. Keterlibatan kampus dalam politik praktis dikhawatirkan berbagai kalangan akan mempengaruhi pengembangan keilmuan dan perjuangan kalangan akademisi tak lagi bernuansa intelektual. Kedudukan kampus sebagai lembaga yang bebas nilai juga akan goyah ketika kampus digunakan tempat untuk politik praktis. Ditambah lagi kemungkinan terseretnya kalangan akademisi dalam dunia politik praktis yang bisa menyebabkan kondisi akademis lingkungan kampus tidak kondusif. Kemudian muncullah berbagai pertanyaan seperti; sudah mampukah kalangan akademisi UNJ untuk tidak terseret dalam politik praktis? Apa dampak yang timbul bila kampanye dilakukan di dalam kampus? Haruskah ini dilakukan? Bagaimana jika tidak dilakukan?. Sementara itu, mahasiswa UNJ dapat dikatakan belum memenuhi kriteria sebagai insan akademis yang kritis, yang terlihat dengan minimnya fasilitas kampus untuk membuat mahasiswa lebih kritis, serta memang faktor dari staf pengajar dan mahasiswa sendiri yang tidak mendukung kemajuan. Ini terbukti dengan minimnya peran mahasiswa dalam menggunakan laboratorium, fasilitas perpustakaan, serta serentetan permasalahan lainnya. Pada mahasiswa UNJ juga berkembang asumsi bahwa pendidikan merupakan investasi, yang berarti mereka ke kampus bukan dengan orientasi akademis, namun semata-mata untuk mendapatkan gelar, yang nantinya digunakan untuk pekerjaan yang diinginkan. Dengan kenyataan yang ada, tentunya kita semua dapat membayangkan apa yang akan terjadi ketika politik praktis merambah keruang lingkup UNJ. Model kampanye di kampus telah dilaksanakan di Amerika Serikat. Sehingga mahasiswa dan dosen dapat menilai program yang ditawarkan para kontestan. Para Cagub menawarkan programnya, yang kemudian akan ditanyakan dan dibahas oleh kalangan akademisi. Dengan kampanye di kampus, kalangan akademisi juga akan belajar memahami dan mengkritisi logika para Cagub. Selain itu, kampanye yang diadakan di kampus diharapkan akan lebih berwarna dengan dialog antara Calon Kepala Daerah dengan kalangan akademisi untuk mencari pemecahan masalah kebangsaan dan kenegaraan secara cerdas dan positif. Selain itu, para Cagub juga akan lebih berhati-hati dalam menyusun programnya karena sebagian besar karakter politisi adalah bertindak dulu baru berfikir. Selain itu, kekurangan yang terdapat dalam perpolitikan di Indonesia adalah kurang eratnya hubungan antar unsur-unsur yang ada di masyarakat. Politik seringkali dianggap sebagai sesuatu yang bersifat negatif. Padahal dengan ikut serta memikirkan politik, dan bahkan dengan terjun langsung dalam kancah politik, masalah-masalah yang ada di negara ini dapat dirubah. Tetapi selama ini di Indonesia para elit politik tidak banyak mengerti tentang etika politik, mereka seringkali menghalalkan segala cara untuk dapat meraih kekuasaan. Janji-janji yang ditebarkan sewaktu kampanye akan lenyap seiring berjalannya kekuasaannya. Maka kemudian timbul kembali pertanyaan yaitu sudah siapkah para Cagub untuk melakukan kampanye di dalam kampus? Dengan segala resiko untuk menebarkan janji yang direncanakan untuk diingkari?.Kenyataan-kenyataan di atas mengindikasikan bahwa guna menjaga posisi kampus sebagai lembaga yang bebas nilai, dalam mengadakan kampanye di kampus diperlukan adanya aturan-aturan yang jelas dan disepakati dengan persetujuan seluruh lapisan mahasiswa.

No comments: