Friday, May 23, 2008

Patriarkhat & Kapitalisme ;

Konflik Laten, Pernikahan, dan Buah dari KeduanyaÓ

Menurut anda, siapa yang lebih dahulu muncul dan siapa yang mencintai lebih dahulu ? Itu salah satu pertanyaan yang akan saya jawab dalam tulisan ini. Dalam pencarian ilmu di kampus ini, saya bertanya-tanya dalam hati mengapa laki-laki dan perempuan ditakdirkan (atau memang takdir yang direncanakan) berbeda dalam status social. Pertanyaan ini terjawab ketika saya menemukan tulisan yang diberikan dosen pembimbing yang berhubungan dengan tugas akhir. Meskipun argumennya tidak sepenuhnya bisa dipercaya dan harus kita kritisi, setidaknya menawarkan rasa penasaran tersebut. Dalam diskusi ini saya ingin menceritakan dari segi sosiologi dan antropologi perhelatan antara patriarkhat dan kapitalisme sebagai sebuah system yang menjadi pengaruh paling besar dalam hidup semua mahluk dibumi selain cinta dan agama.

Sebelum kapitalisme, ternyata patriarkhat telah lahir lebih dahulu. Perempuan dan anak sebagai bagian dari keluarga telah dikendalikan oleh sang ayah (laki-laki) sebagai tenaga kerja, dengan demikian pada saat itu laki-laki mempelajari teknik organisasi dan kontrol yang bersifat hirarkis. Setelah kemunculan negara dan system ekonomi yang didasari oleh penyerahan kewajiban individu demi hak yang akan didapat oleh individu (pertukaran) dan unit produksi yang lebih luas, maka muncul pemisahan antara publik dan privat. Kemunculan ini membuat masalah dalam patriarkhat, sehingga mereka harus mempertahankan kontrol mereka atas tenaga kerja perempuan dan anak. Setelah negara dan system ekonomi tercipta, maka kontrol tersebut kemudian dibagi kepada mereka. Kemudian kontrol menjadi lebih kuat dan tersebar, karena istitusi masyarakat telah turut campur membahas ini dan kontrol personal (laki-laki) menjadi kontrol impersonal (masyarakat). Pada akhirnya abad ke-15 ditandai dengan kemunculan kapitalisme dengan membawa simbol-simbol ekonomi. Disinilah konflik laten tersebut mulai muncul, hingga akhirnya ada kesepakatan “menikah sirih” diantara mereka. Kapitalisme ternyata melahirkan institusi baru yakni “pasar tenaga kerja bebas” yang mengancam menghancurkan kontrol patriarkhat atas tenaga kerja perempuan yang telah ada sebelumnya. Pasar tenaga kerja bebas menjunjung tinggi tenaga kerja yang murah namun pekerja keras tanpa memandang jenis kelamin ras dan etnis. Munculnya kapitalisme mengancam membawa perempuan dan anak dalam pasar tenaga kerja bebas dan akan menghancurkan keluarga dan basis kekuasaan laki-laki terhadap perempuan dalam arti kontrol tenaga kerja dalam keluarga. Pernikahan mereka bukan atas dasar cinta tulus, namun dilatarbelakangi oleh banyaknya kepentingan. Kaum radikal memberikan pandangan bahwa peran laki-laki sebagai kapitalis membentuk hirarki dalam proses produksi dengan tujuan mempertahankan kekuasaan mereka (laki-laki). Kapitalis yang ingin menerapkan pasar tenaga kerja bebas tidak sanggup mengalahkan patriarkhat sebagai system. Hingga akhirnya mengambil jalan tengah dengan membagi pasar tenaga kerja menurut jenis kelamin, ras, dan etnis. Jalan ini mengakibatkan kapitalis dan patriarkhat tetap berjalan sebagaimana mestinya; kapitalis tetap dengan upah kerja yang murah dan patriarkhat tetap dengan kekuasaannya hingga berbuah pembagian kerja menurut jenis kelamin. Pembagian kerja menurut jenis kelamin ini mempertahankan superioritas laki-laki atas perempuan yang berakibat upah perempuan menjadi lebih murah daripada laki-laki. Keadaan ini mengakibatkan ketergantungan yang amat sangat terhadap perempuan atas laki-laki dan mendorong perempuan untuk kawin. Laki-laki dengan kuasa yang telah berjalan sebelumnya mengharuskan perempuan bekerja dalam rumah tangga (mengurus suami dan anak). Pembagian kerja dalam rumah tangga (laki-laki mencari makan dan perempuan mengurus rumah) melemahkan posisi wanita dalam pasar tenaga kerja; dan kehirarkisan tersebut (pembagian kerja dalam rumah tangga) dilestarikan pasar tenaga kerja, demikian sebaliknya. Pernikahan antara keduanya melahirkan lingkaran setan bagi perempuan hingga saat ini.

Dalam sebagian pandangan antopologi, dominasi laki-laki telah hadir saat awal perkembangan manusia. Levy-Straus berpendapat bahwa subordinasi wanita sebagai proses ciptaan masyarakat. Perkawinan menurutnya menghilangkan otonomi keluarga sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pertukaran wanita menciptakan ketergantungan antara keluarga dan menciptakan kehidupan bermasyarakat. Jika dikatakan bahwa jenis kelamin tertentu harus melakukan kegiatan tertentu, maka jenis kelamin lain dilarang melakukan kegiatan tertentu tersebut. Jadi menurut Levy, ini merupakan suatu gejala yang universal, meskipun pembagian tugas (kegiatan) tersebut berbeda dalam setiap masyarakat. Dilain pihak, ada antropolog lain yang menolak gejala tersebut sebagai sesuatu yang universal. Penelitian Draper pada beberapa kelompok suku Kung di Afrika Barat membantah universalitas tersebut. Perempuan disana pada periode berburu dan mengumpulkan makanan punya otonomi dan pengaruh yang besar, hingga akhirnya laki-laki mulai mengambil alih pekerjaan mengembala dan bertani. Keadaan tersebut membuat perempuan untuk lebih dekat dengan pekerjaan rumah tangga. Meski masih nampak kaku (pada saat itu), pembagian kerja menurut jenis kelamin membuat laki-laki mulai mengenal harta sebagai milik mereka (daripada menganggap itu sebagai milik bersama). Pada intinya menurut aliran ini, ada tiga variable yang menerangkan kemunduran status social perempuan, (1) perempuan kehilangan kontrol kemapanan dalam hal produksi karena berubahnya metode produksi dan pengurangan partisipasi; (2) perempuan yang awalnya sebagian besar mengabdi pada masyarakat (kelompok keluarga) menjadi berfokus pada keluarga batih; (3) negara sebagai hasil dari kekuasaan laki-laki terhadap laki-laki lain merubah kultur kekeluargaan kelompok menjadi keluarga inti. Dengan mekanisme tersebut pembagian kerja menjadi hirarkis. Analisi yang terakhir ini menolak anggapan bahwa pembagian kerja menurut jenis kelamin dan berhirarkis bukan karena proses ciptaan masyarakat, namun sebagai hasil perubahan kondisi social (dan yang mengubah adalah laki-laki) dan pada awalnya tidak bersifat universal. Meskipun pandangan antropologi masih terpecah tentang asal-usul patriarkhat, namun sebagian besar telah setuju bahwa patriarkhat telah ada jauh sebelum kapitalisme muncul.

TERIMA KASIH.

Dian. F

Mahasiswa Sosiologi Pembangunan UNJ 03

e-mail:jambronks09@yahoo.com

Save DKS


Ó Tulisan ini di rangkum dari Heidi Hartmann dengan judul Kapitalisme, Patriarkhat, dan Segregasi Pekerjaan Menurut Jenis Kelamin dalam buku Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Anthony Giddens dan David Heild untuk DKS yang saya rindu keabadiannya.

No comments: