Saturday, April 12, 2008

BAHAYA LATEN SINETRON

oleh Andi F (Yuken/Pensos 04)

Sinetron Remaja tidak Mendidik

SALAH satu pilar gerakan peradaban yang semakin mengglobal adalah penyebaran dan pemerataan media televisi hampir di setiap keluarga. Plus diramaikan dengan acara-acaranya yang super kreatif, demonstratif dan tentunya bernuansa bisnis. Memang tidak dipungkiri acara-acara di televisi ada dampak positif dan negatifnya. Salah satu acara televisi yang sedang marak saat ini adalah sinetron untuk kalangan remaja. Bagi anak-anak dan remaja hampir dapat dipastikan dalam suatu keluarga pasti suka dan sering menikmati acara sinetron remaja ini. Kesukaan dan keseringan menikmati acara sinetron remaja tersebut sulit dikalahkan dan diganggu dengan aktivitas-aktivitas lainnya (misalnya mereka lebih senang nongkrong di depan televisi, daripada datang ke masjid atau madrasah untuk mengaji).

Sebagai seorang yang anti-sinetron, gw m’coba mengamati dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana sikap dan perilaku remaja jaman sekarang yang gw anggap sebagai pengaruh televisi. Satu contoh: para siswa SLTP udah Gak canggung lagi bergandengan tangan dengan lawan jenisnya, padahal mereka tahu itu bukan muhrimnya. Atau mereka Gak canggung lagi berpelukan di tempat-tempat umum dengan lawan jenisnya. Dari segi penampilan, pakaian seragam sekolah yang tidak karuan, gaya rambut yang dicat, hidung ditindik, telinga pakai anting-anting untuk laki-laki,, dsb. Ini contoh negatif.

Bagaimana Sinetron Menjajah Dunia ??!!!

Pertanyaannya sekarang, mengapa sinetron bisa begitu meraja lela? Kalau menurut Gw Siyh..: • Masyarakat Indonesia secara umum belum bisa menilai mutu/kualitas suatu tayangan dengan akurat. Misalnya, banyak tayangan asing yang sangat laku di negara asalnya tetapi justru jeblok ratingnya ketika ditayangkan di Indonesia. Begitu juga sebaliknya.

• Banyak masyarakat kita yang menonton televisi hanya untuk pleasure, menghibur diri. Apalagi kaum pria, yang kebanyakan menonton hanya untuk menghibur mata, selain mencari informasi dan tayangan olahraga (sepakbola).

• Penonton dari strata kelas menengah atas yang “sulit dibohongi” oleh sinetron-sinetron murahan, mungkin lebih prefer untuk membaca, surfing internet, menonton DVD, atau hang out sebagai sarana hiburan. Kalaupun menonton televisi, pasti menggunakan satelit/TV kabel yang pilihannya jauh lebih beragam dan berkualitas.

• Ujung-ujungnya, sinetron akan kian diminati, permintaan pasar terus bertumbuh, dan pembodohan masal terus bergulir. Lingkaran setan yang tiada berujung.

Gw Gak bermaksud syirik dengan Raam Punjabi yang kian tajir karena dagangannya laris manis di pasaran. Gw juga Gak bermaksud menyalahkan orang-orang production house yang mungkin menyangka bahwa orang-orang kita Gak pernah menonton serial luar. Barangkali memang mereka berniat membuat karya bermutu, namun terpaksa harus realistis dan mengikuti selera pasar. Masalahnya, sinetron sebenarnya mengajarkan kita dengan hedonisme dan mengajak kita untuk bermimpi tentang gaya hidup yang serba waah. Lebih parah lagi, televisi ditonton mayoritas oleh kalangan kurang terpelajar, ibu-ibu rumah tangga, atau pembokat yang butuh waktu lama untuk menyadari bahwa mereka sedang dikibulin dengan impian kalangan atas. Begitulah selera mereka. Mereka gampang terbuai dengan kemewahan, berkhayal menjadi orang kaya, bermimpi dipersunting pangeran kaya dan tampan, membayangkan memperistri wanita cantik dan seksi, memiliki rumah mewah dan mobil belasan, dan sebagainya. Hasilnya, kebanyakan orang Indonesia lebih suka berkhayal. Gw yakin kawan-kawan mungkin bisa melindungi dari serangan sinetron yang bertubi-tubi. Tapi bagaimana dengan jutaan penduduk Indonesia lainnya?

Sampai kapan fenomena ini bertahan? Sulit ditentukan. Selama jumlah penontonnya masih bejibun, selama production house masih produktif memproduksi, dan sampai kita masih belum tersadarkan diri, fenomena ini masih akan berlangsung lama. Gw Gak bermaksud mengatakan bahwa semua yang menonton sinetron sama sekali Gak cerdas. Namun, sebelum perekonomian bangsa ini benar-benar pulih sehingga bisa menciptakan generasi intelek yang bisa menyadari bahwa dirinya sedang ditipu sinetron-sinetron tersebut, Gw cuma bisa menyarankan, mari kita sama-sama untuk tidak menonton sinetron.

No comments: