Tuesday, November 13, 2012

Jersey dan Maknanya Kini

Jersey, untuk penggemar sepakbola kata “jersey” mungkin sudah tak terasa asing di telinga, karena jersey merupakan suatu ciri dan kebangaan serta bukti bahwa penggila bola tersebut “memuja” dan mendukung klub kesayangannya. Tulisan ini sendiri terinspirasi dari penglihatan saya serta obrolan di antara kawan-kawan saya tentang “Wabah” jersey sebagai “mazhab” baru berpakaian (khususnya di kalangan kaum remaja). Ini terkait dengan bagaimana sepakbola di negeri kita seakan sudah menjadi olahraga ”primer” (walaupun timnas dan organisasi sepakbola kita masih stagnan), namun peran media dalam menyiarkan pertandingan dari liga kelas dunia menjadi “berkah” bagi fans sepakbola yang menyaksikan tayangan tersebut.
Seperti yang dijalskan sekilas pada paraghraph di atas jika “Jersey” biasa diartikan sebagai seragam/ kostum dari sebuah klub dan tim nasional sepakbola. Dalam sepakbola jersey merupakan salah satu syarat wajib dalam olahraga ini sebagai pertanda sebuah klub. Jersey sendiri biasanya dikaitkan dengan sejarah atau filosofi sebuah tim sepakbola, Kita ambil contoh jersey AC Milan yang mempunyai filosofi I Rossoneri (Merah-hitam) . Herbert Kilpin pernah berujar “ Warna Kami akan merah, seperti setan dan Hitam, yang menebar ketakutan pada lawan-lawan kami” secara ringkas bisa diartikan jika warna Merah-Hitam pada jersey AC Milan adalah “Setan yang menakutkan” tentu filosofi bukan berarti AC Milan sebuah klub pemuja “Satanic” (pemuja setan) namun lebih sebagai “identitas” untuk menjatuhkan mental lawan yang menghadapi mereka.Dari ringkasan diatas bisa kita lihat bahwa warna jersey sebenarnya amat terkait dengan kesan (image) yang ingin yang di tunjukkan oleh suatu tim sepakbola.
Jersey, Sponsor dan “Kemakmuran”
Jersey (khususnya pada major league) kini bukan lagi hanya sekedar seragam yang menutupi tubuh pemain, jersey juga bukan lagi hanya sekedar warna yang digunakan untuk membedakan satu klub sepakbola dengan klub yang lain. Di Era ini jersey sudah menjadi symbol kemakmuran sebuah klub/Timnas juga pemain yang di kontrak khusus oleh pemasok (Jersey) tersebut.Fenomena tersebut mulai terjadi semenjak decade 1960-an, dimana ekonomi politik sepakbola telah menjalankan modernisasi kilat dalam komodifikasi budaya popular yang lebih luas guna mendapat keuntungan yang lebih besar, yang kemudian melahirkan sebuah “simbiosis mutualisme”(Klub Mendongkrak Sponsor begitu juga sebaliknya) hal kemudian berkembang lagi sehingga sebuah klub dapat mendapat julukkan “Tim Unggulan” dan “Tim Medioker”.ini bisa dilihat salah satunya dari perusahaan apa yang menumpang pada jersey klub tersebut. Contoh rata-rata tim unggulan adalah klub yang mempunyai sponsor yang bersifat global (merk yang mendunia) dan tim medioker adalah klub yang mempunyai sponsor yang bersifat local (kedaerahan).
Paragraph diatas biasanya terjadi karena besarnya nilai kontrak yang diberikan sponsor yang menggunakan jersey, sekedar info pada tahun 1996 M.U. Melakukan kontrak 5 tahun dengan perusahaan UMBRO senilai 10 juta poundsterling, di tahun yang sama Real Madrid melakukan hal yang sama dengan ADIDAS, pada level Timnas, adalah Timnas Brazil yang melakukan perjanjian 10 tahun dengan NIKE dengan nilai 250 juta poundsterling[1], hal tadi adalah contoh dari Komodifikasi Global pada sepakbola yang secara langsung memberikan efek pada “kemajuan” dan keuntungan bagi klub/Timnas tersebut, karena menjadi terkenal dan dikonsumsi dengan basis universal.
Hal sebaliknya terjadi pada Klub yang bersifat “medioker” , merk dan kapasitas sponsor yang tak terlalu besar terkadang menghambat pada kemajuan hal tersebut untuk bisa memperkenalkan klubnya secara universal. Untuk kasus yang satu ini bahkan pernah melihat salah satu iklan klub sepakbola amatir yang bertanding tanpa jersey (alias bertelanjang dada), yang ternyata iklan tersebut di buat guna menarik simpati sponsor untuk membubuhkan merknya pada jersey klub amatir tersebut.
Makna Jersey Kini : Antara Identitas Fans Sepakbola dan Fashion
Sebelum membahas lebih jauh tentang sub judul diatas ada baiknya kita mengenal jenis-jenis jersey. Di Indonesia ada beberapa jenis jersey yang biasanya banyak di gunakan yaitu : Jersey Pabrikkan, KW Lokal, KW Hongkong, KW Thailand, Great Ori, Hingga Original. Definisi jersey tersebut biasanya memang hanya di peruntukkan bagi“major league” (liga utama dunia) seperti Liga Itali, Spanyol, Inggris, dan Jerman, alasannya sudah barang tentu liga-liga tersebut mempunyai banyak penggemar serta basis komunitas yang kuat. Hal inilah yang biasanya membuat tipe-tipe jersey tadi terus ada guna menampung “animo” fans (baik secara individu maupun komunitas) mengingat di dalam komunitas fans tersebut memang terdiri dari kelas social yang beragam.
Jersey sebagai identitas fans bisa dibilang menjadi identitas yang kuat bagi fans agar dikenali baik itu oleh komunitasnya sendiri maupun “komunitas lawan” . gejala semacam ini memang telah terjadi sejak lama. Beberapa Fenomena jelas mengambarkan jika jersey bisa jadi lambang kebangaan, kerusuhan,sentiment, hingga kematian. Kisah kota Glascow di skotlandia adalah salah satu fenomena paling sahih betapa sakralnya sebuah jersey buah dari perseteruan dua klub Glascow celtic dan Glascow Ranger.. bahkan saya juga pernah membaca kisah seorang fans yang di tilang hanya karena fans tersebut merupakan fans Milan yang notabene berlawanan dengan klub kebangaan polisi yang menilangnya (Inter Milan). dari kisah-kisah tersebut bisa dibilang betapa jersey menjadi sebuah barang yang “sakral” bagi seorang fans sepakbola.
Namun seiring kini fenomena jersey sebagai fashion juga ini juga bisa menjadi sebuah pertanda jika kini sepakbola sudah milik “semua kalangan” tanpa memandang kelas social, ras, bahkan gender, seragam/kostum sepakbola kini tak hanya sebagai identitas kalangan terbatas (red: pendukung suatu klub/Timnas tertentu) tetapi juga demi kepentingan “fashion” di kalangan masyarakat. Hal ini menurut saya ditandai dengan munculnya jersey “khusus” wanita, karena tak seperti awal munculnya olahraga sepakbola dan jersey itu sendiri, jersey feminin begitu kuat guna menasbihkan sepakbola sebagai “olahraga untuk semua” . mengapa contohnya perempuan karena bagi saya sendiri perempuan adalah “symbol” dari sebuah fashion walau tidak di pungkiri pada saat sekarang pria pun bisa menjadi “kiblat”, hal ini bisa dilihat dari banyaknya atlit sepakbola yang menjadi Model untuk jersey klubnya. Dengan lahirnya fenomena “Jersey sebagai Fashion” maka jangan heran pula jika kita menemui orang yang memakai jersey di tempat-tempat yang sebenarnya tidak terkait dengan sepakbola (stadion, base camp fans club) tetapi kini jersey juga dapat kita temui di kampus, jalan umum, mall, bahkan klub malam. Kita juga tak perlu heran jika yang pengguna jersey tak terlalu tahu tentang “makna” (filosofi klub, sejarah, bahkan pemain) dari jersey tersebut.
Sebagai contoh konkrit penulis akan menuliskan tweet seorang teman wanita penulis, tweet itu sendiri berbunyi “ga ngerti sepakbola..ga terlalu juga suka juga nonton bola..tp pengen punya jersey! Kira2 baju yang bagus club apa ya?” dari isi twit tersebut secara gamblang dapat dilihat jika teman wanita penulis tersebut, mempunyai posisi hanya sebagai “pembeli jersey” dengan design yang cocok untuk dirinya. ini berarti teman wanita penulis tersebut bukan membeli jersey guna memenuhi identitasnya sebagai fans satu klub sepakbola melainkan menyalurkan “hasrat fashion” nya tanpa memperdulikan aspek sejarah, dan prestasi. Hal terbalik terjadi ketika obrolan santai penulis dengan teman prianya yang berusaha mencari jersey khusus klub kesayangannya (inter Milan) yang dikeluarkan pada ultah inter yang ke-100 tahun.
Determinasi Kapitalisme dan Identitas Fans Sepakbola yang Bias
Dari rangkuman tulisan di atas terlihat fenomena jersey yang memakmurkan sepakbola tidak terlepas “tangan gaib” bernama kapitalisme, kita bagaimana sebuah klub sepakbola berusaha mematenkan nama klub nya menjadi sebuah brand universal, dengan “menjual identitas” yang klub itu punya yang salah satunya adalah Jersey. Jersey menjadi sebuah identitas yang amat laku di jual karena posisi jersey sendiri sangat cukup untuk membuktikkan ke khalayak umum jika kita adalah fans dari klub itu sendiri.
Paham kapitalisme yang dianut oleh klub sepakbola memang tidak mungkin bisa dilepaskan, karena seperti yang kita tahu jika di era sepakbola industry kini klub sepakbola memasuki sebuah era kepemilikkan “ Go Public” yang artinya fans bisa di bilang adalah lebih dari ½ nyawa yang di punyai suatu klub sepakbola, karena selain berfungsi sebagai pendukung, fans juga menjadi “controller” ( dalam hal ini adalah pemilik saham) yang artinya para fans ini tidak lagi hanya pendukung suatu klub sepakbola namun juga sebagai pengawas dari kebijakan dan aktifitas klub sepakbola. Seiring dengan fungsi yang “menyatu” dengan klub kesayangannya maka bisa di tebak jika “rasa memiliki” fans terhadap klub kesayangannya semakin bertambah. Dan tentu saja rasa kepemilikkkan yang besar dari para fans inilah yang di jadikan celah oleh klub untuk terus melebarkan basis pendukungnya ke tempat-tempat lain di belahan dunia.
Namun begitu hal ini juga menjadi sebuah di lema tersendiri hal ini karena tidak ada lagi batas identitas yang jelas antara fans sejati dengan pecinta “jersey fashion” , karena dengan desaign, harga dan mudahnya mendapatkan jersey klub idola . namun begitu bagi penulis sendiri kedua hal ini tak perlu di perdebatkan karena sejatinya penulis sendiri juga belum mendapatkan arti sesungguhnya dari identitas fans sejati , jadi jikapun ada fenomena “fashion jersey” penulis rasa semua itu tak masalah toh bagi penulis sendiri sepakbola memang olahraga yang penuh dengan “magic, dan sihir” , sehingga memang tidak perlu membuat sekat antara fans sejati dan “fashion jersey” sebagai pembeda, hal ini seperti  sepakbola yang telahir sebagai olahraga untuk semua sehingga tak perlu rasanya membuat sekat untuk sepakbola agar di cintai .
Tulisan Ini telah di diskusikan dalam forum DKS (Diskusi Kamis Sore) yang di adakan tiap kamis sore pukul 16:00 di Fakultas Ilmu Sosial -Universitas Negeri Jakarta
Love Football No Vandal

[1] Richard Giulianotti: Sepakbola dan Pesona Sihir Global hal: 109

No comments: