Friday, May 23, 2008

Kebangkitan Nasional

Mari kita bersama–sama menangisi Indonesia, yang tak pernah bisa belajar dari kesalahan masa lalu. Bangsa ini sepertinya butuh pertolongan cepat, untuk bisa keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Coba kita tengok permasalahan yang mendera bangsa ini datang silih berganti, tanpa ada yang bisa menahannya. Mulai dari soal politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, kesehatan, alamak terlalu berat dosa yang di tanggung bangsa ini karena sudah menipu rakyatnya sendiri!.

Bangsa Indonesia hingga kini masih gemar saling menyalahkan, selalu saja mencari kambing hitam atas penderitaan rakyat. Sementara itu negara-negara tetangga, seperti Vietnam yang telah merumuskan berbagai strategi guna menjadi negara terdepan dalam urusan pendidikan dan ketahanan pangan. Malaysia berkembang sangat cepat menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang tinggi di kawasan Asia Tenggara. Singapura, negara yang luas wilayahnya hanya setara dengan luas wilayah Jakarta Pusat, sudah sejajar dengan Jepang. Dan Indonesia masih saja tertinggal, krisis pangan, krisis energi, maupun krisis sumber daya telah menjadi pemandangan sehari-hari. Indonesia sudah menjalani satu abad kebangkitan nasional, namun tanpa mendalami maknanya. Bangsa kita masih saja bangga dengan sebutan bangsa kaya sumber daya alamnya, Tetapi tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonominya terburuk di kawasan Asia. Kita terlena oleh kekayaan itu tanpa bisa mengelolanya untuk kemaslahatan bersama, bangsa ini benar–benar terpuruk selamanya, setidaknya untuk saat ini.

Bangsa ini sudah di pimpin oleh 6 presiden yang latar belakangnya beragam, mulai dari kalangan intelektual, militer, nasionalis, dan agamawan. Masing–masing dengan karakter dan ciri kerja yang berbeda–beda, dan masing–masing dengan prestasinya sendiri. Soekarno – Hatta yang melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, Soeharto dengan ketahanan pangan dan swasembada berasnya, Habibie dengan menumbangkan kekuasaan diktator orde baru, dan Megawati & Gus Dur dengan kebebasaan berpendapat, serta yang terakhir Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemilihan langsung kepala daerah. Tetapi menurut Franz Magnis Suseno, Guru Besar Filsafat Driyakarya, tak ada satupun pemimpin yang mampu mengatasi penyakit kronis bangsa ini. 1. keadilan sosial, 2. penegakan hukum. Memang betul bahwasanya bangsa ini memerlukan lebih dari sekedar tindakan nyata agar setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyatnya sendiri, dapat mengurangi beban hidup yang terasa semakin berat saja.

Jika kita mendiskusikan tentang keadilan sosial dan penegakan hukum, yang sepertinya menjadi barang mahal di negeri ini. Kita patut merasa prihatin tapi bukan berarti kita diam saja. momen 1 abad kebangkitan nasional semestinya kita artikan sebagai langkah awal save our nation. Tak ada yang tak mungkin dari dunia ini, ke depan beban hidup akan semakin berat dengan rencana pemerintah menaikkan BBM akhir Mei. Kita juga harus sadar bahwa beban pemerintah, beban rakyatnya juga. Krisis pangan, gizi buruk, kelaparan, korupsi, kemiskinan, pengangguraan tinggi, adalah sebagian pengaruh dari tidak diwujudkannya keadilan sosial dan penegakan hukum di negeri ini.

Mungkin rakyat di negeri ini sudah bosan dengan janji–janji politik yang disuguhkan di setiap pergelaran pemilihan umum. Perubahan menjadi kata kunci menuju Indonesia baru, yang lepas dari dera kemiskinan, korupsi, dan terbelakang. Mahathir Mohammad, mantan perdana menteri Malaysia, mengatakan pondasi negara supaya maju adalah dari sektor pendidikan, dan Malaysia sudah memulainya dengan menganggarkan sekitar 25 % untuk pendidikan. Sementara bangsa ini masih berkutat di angka 12 % untuk menyukseskan Indonesia maju pada tahun 2030, mengenaskan!

So, save our nation harus dimulai dari kemauan pemimpinnya sendiri, seberapa jauh mereka menginginkan Indonesia yang sejahtera, gemah ripah loh jinawi. Nietzsche mengatakan ada satu masa satu–satunya kebijakan pemerintah adalah kebijakan pendidikan. Sebenarnya, ini masalah kita memerhatikan pendidikan dengan sungguh–sungguh. (tim dks).

No comments: