Mahasiswa yang mengambil jurusan pendidikan
baik dari jurusan mana pun pasti akan merasakan namanya PPL atau praktek
pembelajaran Lapangan, yang biasanya di laksanakan di tiap sekolah-sekolah sekitar, mulai dari Play group sampai Tingkat
SMA. Mahasiswa terjun langsung di sekolah guna mempraktekan ilmu pendidikan
yang didapatkannya di bangku sekolah dan memperoleh pelatihan yang dilakukan
oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan atau disebut guru pamong.
Mahasiswa yang terjun langsung ke lapangan
diharapkan mendapatkan pembelajaran sekaligus pelatihan guna menjadi guru yang
professional. Dalam pembelajaran untuk menjadi guru professional mahasiswa di
haruskan mengikuti kode etik guru.
Permasalahan timbul bagi mahasiswa yang memiliki
sikap yang berbanding terbalik dengan kode etik guru tersebut dan kesulitan
untuk beradaptasi. Banyak kasus yang
menemukan bahwa sebagian mahasiswa harus berpura-pura menjadi guru dan dengan
sekuat tenaga menekan atau tidak memperlihatkan sikap yang ditunjukan dalam
pergaulan sehari-hari di sekolah.
menganalisa kasus di atas meminjam istilah dari
Erving Goffman yakni dramaturgi, sebuah teori yang menggambbarkan mengenai
rentetan kehidupan sosial seperti pertunjukan drama dalam pentas. Dimana
individu mencoba memainkan peran yang lain yang disediakan oleh dunia sosial.
Dan dramaturgi ini biasanya terjadi dalam institusi total seperti pendidikan,
militer. Yang membutuhkan penghambaan tinggi terhadap institusi.
Mahasiswa yang berpura-pura untuk menjadi seorang
guru tidak lebih merupakan sebuah dramaturgi dimana sekolah di jadikan sebagai
panggungnya atau setting tempat untuk dijadikan tempat pementasan. Perlu di
ingat dalam konsep dramaturgi terdapat dua konsep yakni front stage dan back
stage. Front Stage merupakan latar
depan panggung dimana actor mempresentasikan berbagai peran yang
dilakukannya. Dalam front stage terdapat
setting dan front personal. Setting lebih mengarah kepada kondisi-kondisi serta
pemandangan fisik yang harus ada atau telah disiapkan untuk dimainkan oleh
actor tersebut. Sebagaimana yang disebutkan bahwa sekolah menjadi bagian dari
front stage sebuah dramaturgi yang di lakukan oleh mahasiswa yang sedang PPL.
Mahasiswa berpakaian rapi mengenakan kemeja, celana bahan dan menggunakan sepatu
pantofel. Layaknya seorang guru yang berpakaian rapih dan siap mengajar di
kelas. Tetapi itu hanya peran belaka bagi mahasiswa yang sedang PPL demi nilai
semata. Dan mulai membiasakan diri untuk di cium tangannya dan menjaga sikap di
depan para anak didik ketika di sekolah.
Lain di sekolah lain pula di luar, mahasiswa
ini mulai menanggalkan atributnya dan kembali yang menjadi dirinya, yang
biasanya merokok maka ia merokok, yang biasanya ga betah bajunya di masukan
kedalam celana maka bajunya pun dikeluarkan dari celana dan mengganti celana
bahan dengan celana jeans atau lainnya. Dalam hal ini konsep back stage bermain
yakni kembalinya individu terhadap peran awalnya. Dalam back stage seseorang
bebas mengekspersikan dirinya kembali tanpa khawatir atau pun ragu-ragu
mengenai orang yang melihatnya. Karena dalam backstage tidak aka nada penonton
yang akan melihat actor sedang melakukan apa. Penoton hanya melihat actor
ketika didepan panggung tidak ada yang tahu ketika di belakang panggung actor
seperti apa. Karena tidak adanya penonton ini lah yang menyebabkan back stage
merupakan bagian yang aman untuk mengeksperikan kembali setelah melakukan peran
yang berbeda di depan panggung. Sama seperti mahasiswa ini ketika di sekolah ia
bersikap dan berperilaku selayaknya seorang guru tetapi ketika di luar ia akan
menjadi dirinya kembali.
Dramaturgi
meskipun kita melihatnya sebagai bagian dari sebuah kepicikan karena
berpura-pura menjadi orang lain tetepi dramaturgi ini merupakan bagian dari
sebuah komunikasi. Dramaturgi merupakan alat komunikasi yang berbeda dengan
alat komunikasi konvensional. Dalam konvensional pemaksimalan penggunaan indera
verbal dan non verbal untuk menggapai hasil akhir dari tujuan komunikasi yang
dilakukannya. Sedangkan dramaturgi meliputi keseluruhan dari komunikasi dan
memaksimalkannya agar memperoleh feedback dari para penonton. Lalu apa feed
back dari seorang mahasiswa yang sedan melakukan dramaturgi disekolah?
Feedbacknya yakni dia akan dianggap sebagai seorang guru meskipun hanya
berstatus PPL, Guru yang dihormati oleh
anak didik. Yah komunikasi yang dilakukan dengan sebuah pencitraan seorang
mahasiswa yang bermetamorfosa menjadi seorang guru meskipun dalam masa
pelatihan untuk menjadi guru yang professional, ditambah dengan bahasa verbal
dan non verbal yang dilakukannya seperti gerak- geriknya layaknya seorang guru
maka tidak heran kalau feedback yang diberikan oleh penonton yang tidak lain
anak didik akan menganggapnya seorang guru
No comments:
Post a Comment